Sigaret Kretek Mesin Mild
Sigaret Kretek Tangan
Sigaret Kretek Mesin Reguler
Terjadi kesalahan. Tunggu sebentar dan coba lagi.
FASILITAS RUANGAN:- Bed Tempat Tidur pasien Elektrik- Sofa Penunggu- TV LED- Kulkas- AC- Kamar Mandi Dalam + Air Panas- Fasilitas layanan VIP
Ruangan Administrasi Fakultas Pertanian terdiri dari ruang Wakil Dekan, ruang Ka.Prodi, ruang Sek. Prodi, Ruangan UPM, Proses administrasi akademik dan koordinasi antara Dekan, Wakil Dekan, Ketua Program Studi dilakukan pada ruang Rapat Dosen.
Payment Processing...
Payment is being processed by . Please wait while the order is being comfirmed.
Ruang dimensi empat atau caturmatra (bahasa Inggris: four-dimensional space, 4D) adalah kelanjutan matematis dari konsep tiga dimensi atau ruang 3D. Ruang 3D adalah generalisasi pengamatan paling sederhana yang mungkin, yang hanya memerlukan tiga indikator, yang disebut dimensi, untuk menggambarkan ukuran-ukuran atau lokasi-lokasi berbagai benda dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, volume kotak persegi panjang ditentukan dengan mengukur panjang (sering diberi variabel x), lebar (y), dan kedalaman (z).
Lebih dari dua ribu tahun yang lalu, filsuf-filsuf Yunani mengeksplorasi secara rinci banyak implikasi dari keseragaman konsep 3D tersebut, yang berpuncak pada Elemen Euklides. Namun, hingga sesaat sebelum dimulainya era modern, jarang ada ahli matematika yang pernah menggeneralisasi konsep dimensi yang lebih dari tiga dimensi. Ide menambahkan konsep 4D dimulai oleh Joseph-Louis Lagrange pada pertengahan tahun 1700-an dan memuncak dalam yang formalisasi konsep yang tepat pada tahun 1854 oleh Bernhard Riemann. Pada tahun 1880 Charles Howard Hinton memopulerkan wawasan ini dalam sebuah esai yang berjudul What is the Fourth Dimension?, yang perlu diperhatikan untuk menjelaskan konsep kubus empat dimensi dengan melalui generalisasi langkah demi langkah dari sifat-sifat garis, kotak, dan batu. Bentuk yang paling sederhana dari metode Hinton adalah penggambaran dua biasa kubus dipisahkan oleh jarak "tak terlihat", dan kemudian menarik garis di antara simpul ekuivalen mereka. Bentuk ini dapat dilihat pada animasi yang menyertainya kapanpun animasi itu menunjukkan sebuah kubus yang lebih kecil di dalam sebuah kubus yang lebih besar. Delapan garis yang menghubungkan simpul-simpul dari dua kubus dalam hal ini mewakili suatu arah pada ruang 4D "tak terlihat".
Dimensi ruang yang lebih tinggi, sejak itu, telah menjadi salah satu dasar untuk menyatakan matematika dan fisika modern secara formal. Bagian besar dari topik-topik ini tidak ada dalam bentuk mereka saat ini tanpa menggunakan ruang tersebut.
Untuk orang yang pertama kali belajar tentang 4D dan ruang yang lebih tinggi, hal ini membantu untuk mengingat bahwa ruang 4D, hanya menambahkan satu indikator pada tiga indikator lain yang telah diketahui, dan bahwa indikator ini dapat mewakili banyak hal yang berbeda. Entri kalender, misalnya, biasanya merupakan lokasi 4D, seperti rapat pada waktu t di persimpangan dua jalan (x dan y) pada beberapa lantai bangunan (z). Dalam bentuk daftar pertemuan tersebut berlangsung di 4 lokasi (t,x,y,z). Konsep ruang waktu Einstein menggunakan konsep ruang seperti 4D, meskipun pada konsep Enstein terdapat struktur Minkowski yang sedikit lebih rumit dari konsep 4D Euklides.
Ketika dimensi lokasi yang diberikan seperti daftar indikator teratur seperti (t,x,y,z) mereka disebut vektor atau n-tupel. Hal ini hanya ketika lokasi tersebut dihubungkan bersama-sama dalam bentuk lebih rumit yang mana kekayaan penuh dan kompleksitas geometris dari ruang 4D dan ruang yang lebih tinggi muncul. Sebuah petunjuk bahwa kompleksitas dapat dilihat pada animasi yang menyertainya dari salah satu objek 4D yang mungkin dan paling sederhana, kubus 4D atau tesseract.
Wikimedia Commons memiliki media mengenai
Gudang Garam adalah sebuah produsen rokok yang berkantor pusat di Kediri. Untuk mendukung kegiatan bisnisnya, hingga akhir tahun 2022, perusahaan ini memiliki pabrik di Kediri, Gempol, Karanganyar, dan Sumenep, serta kantor perwakilan di Jakarta dan Sidoarjo.[1][2]
Perusahaan ini memulai sejarahnya pada tahun 1956 saat Tjoa Ing-Hwie atau Surya Wonowidjojo membeli lahan dengan luas sekitar 1.000 meter persegi milik Muradioso di Jl. Semampir II/l, Kediri. Di atas lahan tersebut, Tjoa Ing-Hwie lalu mulai memproduksi rokok sendiri, diawali dengan rokok kretek dari kelobot dengan merek Inghwie. Setelah beroperasi selama dua tahun, pada tanggal 26 Juni 1958, Tjoa Ing-Hwie mengganti nama perusahaannya menjadi Perusahaan Rokok Tjap Gudang Garam. Awalnya, perusahaan ini hanya mempekerjakan 50 orang.[3] Konon, nama "Gudang Garam" didapat oleh Tjoa Ing-Hwie dari mimpi.[4]
Pada tahun 1966, perusahaan ini telah menjadi produsen sigaret kretek tangan (SKT) terbesar di Indonesia, dengan ribuan karyawan dan kapasitas produksi 50 juta batang SKT per bulan.[4] Pada pertengahan dekade 1960-an, krisis politik Indonesia sempat membuat perusahaan ini kehilangan banyak karyawan, tetapi perusahaan ini berhasil bangkit kembali dalam waktu yang tidak terlalu lama.[5] Pada tahun 1969, badan hukum perusahaan ini diubah menjadi firma (Fa), dan pada tanggal 30 Juni 1971, badan hukum perusahaan ini kembali diubah menjadi perseroan terbatas (PT).[6] Pada tahun 1973, perusahaan ini mulai mengekspor produknya ke luar Indonesia.[7]
Berbeda dengan Bentoel Group yang telah mulai memproduksi sigaret kretek mesin (SKM) sejak dekade 1970-an, perusahaan ini masih setia memproduksi SKT,[8] dan baru mendatangkan mesin pembuat rokok pada tahun 1979. Mesin pembuat rokok tersebut kemudian berhasil menaikkan produksi perusahaan ini menjadi dua kali lipat, yakni dari 9 miliar batang/tahun menjadi 17 miliar batang/tahun.[9] Pada dekade 1980-an, perusahaan ini telah memiliki sejumlah pabrik dengan total luas mencapai 240 hektar dan dapat memproduksi rokok sebanyak 1 juta batang/hari. Omset perusahaan ini mencapai US$ 7 juta dan berhasil menguasai 38% pangsa pasar. Dengan cukai yang disetor ke negara mencapai Rp 1 miliar per tahun, perusahaan ini pun menjadi produsen kretek terbesar di Indonesia.[9][10] Karyawan perusahaan pada saat itu mencapai 37.000 orang serta memiliki helikopter pribadi.[11] Walaupun begitu, perusahaan ini tetap fokus memproduksi rokok dan kertas rokok.[12] Perusahaan ini kemudian juga mulai menyalurkan CSR, antara lain untuk mendukung pengembangan olahraga tenis meja.[13]
Sejak dekade 1970-an juga, dua orang putra dari Surya, yakni Rachman Halim dan Susilo Wonowidjojo, mulai aktif terlibat di perusahaan. Dua orang tersebut kemudian secara berturut-turut menjadi pimpinan perusahaan setelah Surya Wonowidjojo meninggal pada tahun 1985.[14] Pada tanggal 27 Agustus 1990, perusahaan ini resmi menjadi perusahaan publik, dengan melepas 57 juta saham di Bursa Efek Jakarta dan 96 juta saham di Bursa Efek Surabaya, dengan penawaran perdana pada harga Rp 10.250/lembar.[6][15] Mayoritas saham perusahaan saat itu dimiliki oleh keluarga mendiang Surya Wonowidjojo, yakni istrinya, Tan Siok Tjien dan putranya, Rachman Halim.[13] Kini, mayoritas saham perusahaan ini masih dikuasai oleh keluarga Wonowidjojo melalui PT Suryaduta Investama.[15]
Pada tahun 1996, perusahaan ini mencatatkan penjualan sebesar Rp 9,6 triliun; dan pada tahun 2000, perusahaan ini berhasil mencatatkan penjualan sebesar Rp 15 triliun, dengan mempekerjakan 41.000 orang karyawan. Pada dekade 1990-an, perusahaan ini sempat menjadi perusahaan (konglomerasi) terbesar kelima di Indonesia.[16] Perusahaan ini tidak terlalu bergantung pada utang luar negeri, sehingga tidak terdampak krisis keuangan yang menimpa Indonesia pada akhir dekade 1990-an.[17] Perusahaan ini juga mampu menghadapi berbagai tantangan, seperti kehadiran BPPC yang pernah memengaruhi produksinya pada awal dekade 1990-an.[7] Pada tahun 2001, perusahaan ini telah memiliki enam pabrik dengan total luas 100 hektar dan mempekerjakan lebih dari 40.000 orang pekerja.[4]
Pada tahun 2017, perusahaan ini menguasai sekitar 21% pangsa pasar rokok nasional, dengan pabrik di Kediri, Sumenep, Karanganyar dan Gempol.[18] Pada tanggal 4 Agustus 2017, Japan Tobacco asal Jepang resmi membeli 100% saham PT Karyadibya Mahardika dan PT Surya Mustika Nusantara yang dipegang oleh perusahaan ini.[19] Pasca akuisisi tersebut, sempat tersiar rumor bahwa perusahaan ini akan digabung atau diakuisisi oleh Japan Tobacco, tetapi perusahaan ini selalu membantahnya.[20]
Pada tahun 2021, perusahaan ini mendirikan tiga anak usaha baru, masing-masing untuk berbisnis di bidang impor, distribusi, dan produksi rokok elektrik. Tetapi tiga perusahaan tersebut belum mulai beroperasi.[21] Pada tahun 2022, perusahaan ini mendirikan PT Surya Kerta Agung untuk berekspansi ke bisnis pengelolaan jalan tol.[22] Pada tahun 2022 juga, perusahaan ini menyuntikkan modal sebesar Rp 1 triliun ke PT Surya Dhoho Investama yang akan mengelola Bandara Dhoho di Kediri.[23]
Menurut sejarawan Dukut Imam Widodo, nama "Gudang Garam" yang disandang oleh perusahaan ini tercermin pada logo yang sampai saat ini masih digunakan. Logo tersebut didesain oleh Tjoa Ing-Hwie bersama salah satu karyawannya. Logo tersebut terlahir dari mimpi Tjoa Ing-Hwie yang melihat lima los gudang penyimpanan garam di dekat Stasiun Kediri.[24][25][26] Pintu dari gudang yang ada di logo tersebut ada yang dalam keadaan terbuka, setengah tertutup, dan tertutup, dibuat sebagai tanda bahwa Gudang Garam tidak akan pernah puas dan tidak akan pernah merasa di puncak.[3]
Sigaret Klobot Kretek
Hingga akhir tahun 2022, perusahaan ini memiliki 10 anak usaha, yakni: